October 16, 2010

Gelombang terakhir.


Senja selalu datang dengan saatnya, demikian juga ufuk yang terbit melengkapi lautan lepas. Dengan bunyi deru yang tak lepas dari seruan angin yang menghantam. Gelombang, berkejaran ke setiap arah yang bersamaan, bertabrakan acak, bergantung angin yang mengamuk tiap permukaan. Langit mengharu biru wacana cantik dalam pantulan warnanya.


Disana, terlihat anak gelombang yang sedang senang bermain-main dengan arenanya. Bergulir ke belakang lalu disusul gelombang kedua, bertabrak pecah dan menghempasnya kembali ke depan. Seakan-akan keadaan memaksa, selalu memaksanya untuk terus bergerak maju, menggulung air hingga kian besar. Lalu disela-sela permainannya, bertanyalah gelombang pertama kepada gelombang kedua,

"Setiap aku bergulir ke belakang, selalu saja gelombang yang lain berusaha memecahnya dan mendorongku ke depan dengan begitu semangat. Tidak bolehkah aku bergulir ke belakang?"

"Tidak, tujuanmu bukan ke sana, karna kita bersemangat menyambut angin."

Sambut gelombang kedua yang selalu semangat bertautan dengan angin. Gelombang pertama selalu gusar, gusar dengan tujuan akhir teman-temannya di depan sana, yang selalu pecah menghantam karang, berantakan tidak bersisa, berhamburan di tepi pasir, kemudian perlahan mundur, tanpa membawa apapun dari sana. Takdir ini terus berulang, tanpa menyisakan keberanian sedikitpun pada gelombang pertama, merajuk nuansa putus asa menyambut hembusan.

"Tidakkah kau mengerti? Ini adalah akhir yang mengerikan, seperti teman-teman di depan sana, hancur, tanpa keabadian pada akhirnya."

Sahut gelombang pertama yang tidak ingin bernasib sama.

"Justru sebaliknya, kamu tidak mengerti, bahwa kamu bukan gelombang, tetapi kamu adalah bagian dari lautan."

"Bagian dari lautan?"

"Ya, Bagian dari lautan..."












~Miss Buffalo.

NB:
untuk usia yang mengembalikan kita pada Sang Pencipta. 

No comments:

Post a Comment