January 02, 2017

KARUNIA DI TEPI BATAS

Ada sebagian yang meyakini bahwa kemampuan dan potensi yang ada di dalam diri seseorang adalah sebuah karunia yang diberikan Tuhan, dan sebagian lagi meyakini bahwa kekuatan dan ketabahan bisa menjadikan segalanya yang tidak mampu menjadi mampu. Mungkin terdengar klise seperti apa kata motivator jaman sekarang yang sering orang-orang bilang "gak semudah dan seindah apa katamu.." heheh...tiba-tiba saya jadi ingin cerita soal perbincangan menarik dengan suami di penghujung tahun 2016 kemarin.

Tidak setiap malam saya dan suami berbincang via chat (maklum penikmat LDR), dalam perbincangan itu suami saya cerita soal pertama kalinya ia bertemu Profesor yang akan mempekerjakannya di Laboratorium sekaligus pembimbing penelitian akhir doktoralnya. 

Namun dibalik itu timbul kekhawatiran dalam diri suami bahwa bidang yang digeluti sang Profesor tidak sesuai dengan minat dan kemampuan, kabar buruknya meskipun jurusannya linier tapi suami tidak menguasai basic ilmu nano teknologi (karena ilmu itu masih baru dan jarang ada di Indonesia), dan lebih parahnya lagi hanya diberi waktu 6 bulan untuk mempelajari semuanya. Saya cuma bisa garuk-garuk kepala saja karena selain gak ngerti dan ga bisa berbuat apa-apa, saya cuma bisa memberinya semangat dan motivasi.

Tiba-tiba saja saya teringat perjuangan saya melahirkan R. Sebelum melahirkan, cek USG terakhir  menyatakan berat R diperkirakan 3,6 kg dan dari bentuk perut yang besar sepertinya R itu terlihat besar, ditambah harus dipacu karena HPL sudah lewat 1 minggu. Mendengar yang seperti itu rasanya mengerikan buat ibu-ibu yang baru pertama kali menjalani kehamilan. Membayangkan maaf.. vagina yang harus dilewati bayi seberat 3 kg lebih saja rasanya luar biasa sambil memikirkan kemampuan diri untuk melahirkan secara normal. Tapi saya sempat terinspirasi dengan cerita suster yang membimbing saya di rumah sakit, beliau pun bisa melahirkan anak kembar dengan prosesi normal dan kondisinya satu kepala bayi di bawah dan satunya lagi sungsang. Berkat dukungan suami yang menemani saya di kala melahirkan itu saya akhirnya dapat melahirkan R secara normal. Tidak semua ibu dalam kondisi psikis dan fisik yang baik dapat melahirkan secara normal tapi tetap sama saja perjuangannya untuk merasakan sakitnya.

Yang saya syukuri adalah belajar tentang kemampuan. Seandainya saya fokus dengan kemampuan, mungkin pembukaan 5,6 atau 7 saya sudah angkat tangan untuk sesar saja. Saat itu yang terpikirkan dalam diri saya hanyalah jalani saja semuanya dengan baik sekuat tenaga dan jangan menyerah. Sama seperti halnya yang harus dilalui suami saya.

No comments:

Post a Comment