December 03, 2010

Ketika Kita Harus Memilih

Pernah dapat pertanyaan begini:
"Ketika kamu dalam bahaya di lautan lepas, dan hanya mempunyai satu perahu yang hanya mampu menyelamatkan dua orang, mana wanita yang hendak kamu selamatkan? ibumu atau istrimu?"

Mungkin jawaban kalian : biarlah aku tiada demi keduanya.

Well, saya dikirimi sebuah cerita menarik dari salah seorang sahabat saya isinya begini:

Seorang dosen mengadakan suatu permainan kecil kepada mahasiswanya yang sudah berumah tangga. "Mari kita buat suatu permainan, mohon satu orang bantu saya sebentar." Kemudian salah satu mahasiswa berjalan menuju papan tulis.
Dosen: "Silahkan tulis 10 nama yang paling dekat dengan anda pada papan tulis."
Dalam sekejap sudah dituliskan semuanya oleh mahasiswa tersebut. Ada nama tetangganya, nama orang tuanya, kekasihnya, anaknya dan lain-lain.
Dosen: "Sekarang silahkan CORET 2 nama yang menurut anda tidak penting."
Mahasiswa itu lalu mencoret nama tetangganya.
Dosen: "Silahkan CORET 2 lagi!"
Mahasiswa itu lalu mencoret nama teman-teman kantornya.
Dosen: "Silahkan CORET 1 lagi!"
Mahasiswa itu mencoret lagi satu nama dari papan tulis dan seterusnya sampai tersisa 3 nama yaitu orang tuanya, istrinya dan anaknya. Suasana kelas hening...mereka mengira semua sudah selesai dan tidak ada lagi yang harus dipilih. Tiba-tiba dosen berkata:
"Silahkan CORET 1 lagi!"
Mahasiswa itu perlahan mengambil pilihan yang amat sulit, lalu dia mencoret nama orang tuanya secara perlahan.
Dosen:"Silahkan CORET 1 lagi."
Hatinya menjadi bingung. Kemudian mengangkat kapur dan lambat laun mencoret nama anaknya. Dalam sekejap waktu mahasiswa itupun menangis. Setelah suasana tenang Dosen bertanya kepada Mahasiswa itu. "Orang terkasihmu bukan orang tuamu dan anakmu? Orang tua yang membesarkan Anda, anak anda adalah darah daging anda, sedang istri itu bisa dicari lagi. Tapi mengapa anda berhak memilih istri anda sebagai orang yang paling sulit untuk dipisahkan?
Semua orang di dalam kelas terpana dan menunggu apa jawaban dari Mahasiswa tersebut. Lalu, mahasiswa itu perlahan berkata, "Sesuai waktu yang berlalu, orang tua akan pergi dan meninggalkan saya, sedangkan anak jika sudah dewasa setelah itu menikah pasti meninggalkan saya juga, yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah istri saya."


NB:
Cerita dicolong dari sahabat saya Yongki P.K
Dan saya copas ke pacar dan ayah saya. Makasih ya temans! :)

No comments:

Post a Comment