September 07, 2016

Weekly Diary #4

Tidak terasa, saya sudah menjalani pernikahan 2 tahun lebih. Susah dan senang dilewati bersama meskipun berjauhan. Ketika R minta dibukakan foto-foto dan video-videonya ketika dia masih bayi, dia sangat menikmati terutama heboh merespon videonya sendiri dengan tertawa sangat lepas, sampai-sampai saya juga ikut kegelian mendengar R tertawa geli. Mendadak saya mengharu biru ketika saya membuka foto-foto dan video tahun lalu ketika ayahnya R sedang menggendong dan memandikan R, bahkan saya sempat videoin ayahnya R menggantikan popok yang isinya pup nya R. (Kalo R mulai nakal niatnya mau saya putar kembali videonya biar dia paham ayahnya waktu itu juga sempat menyayangi dia meskipun setelahnya pergi jauh meninggalkannya, hehe).

Betapa istimewanya momen-momen saat itu, mengalahkan berlian-berlian yang di pajang di toko deh. Saya mendadak kangen berat sama ayahnya R, kangen momen-momen seperti itu, dan

sekuat apapun saya,

setegar apapun saya,

akhirnya menangis juga.



.......




R yang tadinya  tertawa, mendadak berganti ekspresi menjadi empati dengan mengusap air mata di pipi saya. Dia berhenti tertawa dan R menyodorkan buku kesayangannya "Si Kuda Poni" untuk minta dibacakan. Saya sempat bingung, bagaimana bisa balita berumur 17 bulan ini tau harus berbuat apa ketika orang lain sedang bersedih, sakit, dll. Ini tidak terjadi hanya sekali, sifat R ini mirip sekali dengan sifat ayahnya, saya jadi merasa ayahnya R selalu hadir diwakili olehnya.
Kedua, saya merasa bersyukur luar biasa pada Tuhan, saya dianugrahkan anak yang baik yang sangat memahami ibunya, lembut hatinya, periang, cerdas dan penuh kejutan. 

Ketiga, saya mulai belajar dan mensyukuri ketika saya sibuk, R sering datang minta dibacakan buku, minta bermain bola bersama, minta jalan-jalan yang kebanyakan orang tua itu adalah mengganggu rutinitas mereka, apalagi asik dengan gadget masing-masing. Yang Tuhan bilang anak adalah anugrah itu memang benar, ketika anak meminta kepada saya untuk bermain pada saat saya sibuk itu adalah anugrah, bahwa anak sedang ingin menghibur kita, menyuruh kita untuk santai bermain dan tertawa sejenak dengan mereka itu sebenarnya adalah hadiah. Mereka menghibur, lebih dari apa yang kita minta.

Saat ini saya sangat rajin mengucap syukur pada Tuhan dengan semua yang saya miliki. Suami bisa punya kesempatan untuk studi di luar negeri saya pun sangat bersyukur karna tidak semua orang bisa punya kesempatan yang sama, meskipun saya sering menangis karena beratnya masa-masa berpisah pada saat R sedang lucu-lucunya, pada saat indahnya tahun-tahun pertama menikah, tapi tidak bisa menikmati momen bersama. Bagi saya itu adalah ujian untuk mendapatkan hadiah yang sangat indah yang sudah disiapkan Tuhan untuk keluarga saya 5 tahun yang akan datang. Saya hanya punya keyakinan dan harapan itu, sehingga saya siap menerima resiko yang harus saya tanggung meskipun harus berpisah selama itu. Beruntung dan bersyukur saya bisa menikah dengan orang yang selama ini saya idolakan selama 5 tahun lamanya tanpa ada sekalipun pengkhianatan dan problematika atau drama perjodohan yang tidak diinginkan. Ah! sudahlah, mungkin Tuhan sedang cemburu, karna saya terlalu mencintai pasangan saya, dan hidup saya terlalu bahagia, jadi untuk sementara kami berjauhan dulu, seperti latihan berjalan di atas kerikil-kerikil kecil.

Rasa syukur yang lain juga saya rasakan, ketika saya bisa punya anak secepat ini sebelum ayahnya R pergi, karna banyak ibu-ibu lain yang sampai saat ini belum juga punya keturunan. Kadang, saya sering hectic banget ngurusin anak yang tingkahnya sedang berkembang, karena capek. Tapi dengan rasa syukur, kehadiran R membuat hidup saya tidak terasa begitu sepi meskipun ayahnya R tidak ada disamping kami.

Terakhir rasa syukur soal kesehatan dan rejeki, yang rasanya saya berdosa banget ya kalo saya lupain. Saya sempat menangis karena impian untuk bekerja lagi harus saya kubur dalam-dalam, karna Tuhan memang belum mengijinkannya sekarang, mungkin lain waktu. Yang ini besar sekali rasa syukur saya pada Tuhan, bahwa saya pun masih punya penghasilan meskipun tidak bekerja, dan saya dikasih bonus bisa punya waktu penuh sambil mengurus anak di rumah sehingga bisa menikmati tumbuh kembangnya secara langsung dari waktu ke waktu, yang ini gak bisa dimiliki bagi ibu-ibu yang terpaksa harus berjuang menyambut rejeki dengan meninggalkan anak. Saya juga tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak untuk membeli susu formula, karna masih bisa menyusui R sampai sekarang itu adalah rejeki yang luar biasa, dan tidak banyak ibu-ibu punya kesempatan yang sama untuk bisa menyusui anak sampai 2 tahun.

Yang paling penting hikmah dari perpisahan ini membuat saya mengerti apa makna kebersamaan dan kepercayaan satu sama lain. Biasanya banyak juga kan prahara dalam rumah tangga padahal setiap hari selalu bersama. Padahal kebersamaan itu hal yang patut disyukuri. Dan masih banyak lagi rasa syukur yang lain. 

Menulis dalam blog ini juga upaya saya untuk selalu menyadari betapa pentingnya bersyukur dan menghargai semua yang saya miliki, dan mensyukuri apa yang telah saya capai. 

Bagi yang tidak mengerti, kedengarannya seperti drama ya. Tapi begitulah saya yang mulai menikmati setiap waktu, menemukan berbagai cara untuk selalu mengingat syukur.

No comments:

Post a Comment